08 June 2010

MEDAN

Medan merupakan sebuah kota yang berkembang dari sebuah kampung yang dibuka sekira tahun 1590, oleh seorang tabib/ahli pengobatan pada jamannya. Sang tabib itu bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi dan Kampong itu dinamakan Medan Putri. Lokasinya terletak di Tanah Deli. Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat. Namun bukan merupakan wilayah Kesultanan Deli karena Kesultanan Deli belum ada saat itu dan wilayah kekuasaan Deli pun tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut. Posisi persis Kampong ini berada dipertemuan sungai Deli dan Sungai Babura.

Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli: In Woord en Beeld ditulis oleh N. ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur (Belanda) terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Posisi sekarang Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli.

Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Kesultanan Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi wali dari kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka kampung baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan beberapa kampung lain yaitu : Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.

Setelah terjadi perkawinan antara Gocah Pahlawan dengan putri Datuk Sunggal tahun 1632. Para pemimpin kampung di medan dan sekitarnya mengakui kepemimpinan Gocah Pahlawan, sehingga ia pun diberi "Sri Indra Baiduzzaman Surbakti". Dengan diakuinya Gocah pahlawan sebagai pemimpin oleh masyarakan Medan dan sekitarnya, mulailah berkembang Kerajaan Deli.

Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan (Kec. Medan Labuhan), kira-kira 20 km dari Medan.

John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan dinyatakan sebagai tempat kediaman Sultan Deli. Maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba terutama dimuara-muara sungai yang diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya.

Pada tahun 1720 terjadi perpecahan Kesultanan Deli. Perpecahan tersebut membagi Kesultanan Deli menjadi dua yaitu Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang. Setelah itu, Kesultanan Deli dikuasai oleh Kesultanan Siak Sri Indrapura (Riau). Saat Sultan Ismail berkuasa di Kerajaan Siak, gerombolan Inggeris dengan pimpinannya bernama Adam Wilson menyerang Siak. Berhubung pada waktu itu kekuatannya terbatas maka Sultan Ismail meminta perlindungan pada Belanda. Akibatnya Pada tanggal 1 Februari 1858 Belanda meminta kompensasi kepada Sultan Ismail untuk menandatangani perjanjian agar daerah taklukan kerajaan Siak Sri Indrapura di Sumatera Timur termasuk Deli, Langkat dan Serdang diberikan kepada Belanda. Belanda pun mengangkat Elisa Netscher menjadi perwakilannya setingkat Residen untuk Wilayah Riau. Akibatnya otomatis Kampung Medan Putri pun menjadi dalam kekuasaan Belanda, tapi kehadiran Belanda belum secara fisik menguasai Tanah Deli.

Baru pada tahun 1860-an, Jacob Nienhuys, Van der Falk, dan Elliot, pedagang tembakau asal Belanda memelopori pembukaan kebun tembakau di Tanah Deli. Nienhuys yang sebelumnya berbisnis tembakau di Jawa, pindah ke Deli diajak seorang Arab Surabaya bernama Said Abdullah Bilsagih, Saudara Ipar Sultan Deli, Mahmud Perkasa Alam Deli. Nienhuys pertama kali berkebun tembakau di tanah milik Sultan Deli. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Jacob Nienhuys, Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu. Melambunglah nama Deli di Eropa sebagai penghasil bungkus cerutu terbaik.

Perjanjian tembakau ditandatangani Belanda dengan Sultan Deli pada tahun 1865. Selang dua tahun, Nienhuys bersama Jannsen, P.W. Clemen, dan Cremer mendirikan perusahaan De Deli Maatschappij yang disingkat Deli Mij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869) sekaligus memindahkan kantor pusat Deli Mij dari Labuhan ke Kampung Medan. Kantor baru itu dibangun di pinggir sungai Deli, tepatnya di kantor PTPN II (eks PTPN IX) sekarang. Tahun 1874, jumlah perusahaan perkebunan mencapai 22 perusahaan.

Dengan perpindahan kantor tersebut, Medan dengan cepat menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan, sekaligus menjadi daerah yang paling berkembang di Sumatera. Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan". Pesatnya perkembangan perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan yang mahsyur dengan julukan het dollar land alias tanah uang. Mereka juga kemudian membuka perkebunan baru di daerah sungai Beras dan Klumpang pada tahun 1875.

Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan. Selanjutnya tanggal 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan.

Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah ke Medan. Perpindahan ini terjadi saat selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.

Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mackay. Berdasarkan "Acte van Schenking" (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.

Sejak munculnya perkebunan itulah, dimulai migrasi besar ke wilayah Deli khususnya ke perkebunan tembakau untuk memenuhi kebutuhan pekerja di wilayah Medan. Awalnya kedatangan kuli perkebunan adalah orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan.

Seperti yang dituliskan oleh Tengku Luckman Sinar dalam bukunya, dijelaskan bahwa "kuli-kuli perkebunan itu umumnya orang-orang Tionghoa yang didatangkan dari Jawa, Tiongkok, Singapura, atau Malaysia. "Belanda menganggap orang-orang Karo dan Melayu malas serta melawan sehingga tidak dapat dijadikan kuli".

Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing, dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru, dan ulama. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda pun mendatangkan orang-orang Tamil sebagai pekerja. Sebagian diperkebunan namun lebih banyak yang dijadikan serdadu.

 

id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Medan

id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan

hbis.wordpress.com/2008/12/03/sejarah-kota-medan-dan-walikotanya

aneukagamaceh.blogspot.com/2009/01/putri-hijau-ratu-kerajaan-aru-deli-tua.html

 

 

 



--
-firman raharja-

No comments:

Post a Comment