11 November 2008

BETAWI rev. 1

Asal Kata  Betawi

Kata Betawi berasal dari kata Batawi sebutan masyarakat untuk suatu tempat yang bernama "Batavia”. Batavia awalnya adalah sebuah nama kota pelabuhan yang dibangun oleh Belanda di daerah Jakarta Utara sekarang. Kota Batavia sendiri secara resmi berdiri pada tanggal 4 Maret 1621 dengan nama Stad batavia.

Batavia awalnya merupakan kota kerajaan Pajajaran yang bernama Sunda Kalapa. Di kota tersebut terletak pelabuhan yang bernama Sunda Kalapa. Tahun 1524 Sunda Kalapa direbut kesultanan Banten. Namun 1621 pimpinan VOC yang bernama Jan Pieterszoon Coen merebutnya dari kekuasaan Pangeran Banten yang bernama Pangeran Wijayakarta.

Wilayah Batavia sebagai tempat kedudukan suku Betawi

Batavia berawal dari sebuah gedung kantor VOC berbentuk rumah kayu diatas pondasi batu yang terletak di seberang timur pelabuhan Sunda Kalapa. Selanjutnya meluas menjadi tanah sewaan seluas 1.5 Ha di timur muara Ciliwung. Selanjutnya Batavia melebarkan kekuasaan dengan menyerang Jayakarta. Awal mula wilayah hanya sekitar aliran sungai ciliwung, selanjutnya ke arah barat sampai kali angke dan kemudian sampai sungai cisadane. Akhirnya sejak tahun 1652, kekuasaan Batavia sudah meliputi wilayah antara sungai Cisadane dan Citarum.

Setelah perang Jawa (Belanda vs banten dan Mataram) berakhir, belanda selanjutnya mengembangkan kota ke arah selatan. Tahun 1818 belanda membangun Gambir, selanjutnya tahun 1910 membangun taman menteng. Pada akhirnya Batavia digabungkan dengan wilayah Mesteer Cornelis (Jatinegara). Sehingga luas Batavia akhirnya kira-kira seluas Jakarta sekarang.

Dalam perkembangan selanjutnya, luas wilayah batavia cenderung tidak berubah namun status kota yang banyak mengalami perubahan. Pada 2 Januari 1935 batavia memperoleh status stad gementee batavia. 2 Agustus 1942, Jepang mengubah nama batavia menjadi Jakarta. Tahun 1950 saat pendirian RIS, belanda kembali menamakan wilayah ini menjadi Batavia. Akhirnya tahun 1958 ditetapkan menjadi Ibukota negara RI dengan nama Jakarta.

Etnis Betawi

Pada saat awal berdirinya, penduduk Batavia khususnya dalam lingkungan benteng hanyalah terdiri dari orang Eropa khususnya Belanda serta para budak, pekerja dan orang yang behubungan langsung dengan Belanda. Mereka terdiri dari orang India, Banda, Bali, Nias dan orang-orang Cina. Hal ini dikarenakan karena kondisi perang dengan Banten dan Mataram, orang Sunda dan orang Jawa dilarang berada di Batavia.

Sejalan dengan berakhirnya perang Jawa dan meluasnya wilayah Batavia akhirnya masyarakat sunda yang tinggal di wilayah perluasan tersebut masuk menjadi penduduk batavia. Pada akhirnya suku sunda menjadi suku pribumi mayoritas di batavia. Ragam suku pun semakin bertambah dengan banyaknya orang Jawa sisa pasukan Mataram yang masih tinggal disekitar batavia. Ragam penduduk ini ditambah pula dengan para keturunan Arab baik pedagang maupun para ulama yang bekerja sama dengan kesultanan banten.

Dengan banyaknya suku serta interaksi yang semakin meningkat, lambat laun terjadi asimilasi antar suku-suku yang mendiami wilayah batavia ini. Sehingga timbulah suatu kelompok masyarakat yang ”baru” yang memiliki ke-khasan tersendiri dalam adat istiadat dan bahasa. Orang-orang ini khususnya kelompok pribumi, disebut oleh orang di luar batavia sebagai orang Batawi.

Sebutan kelompok atau suku betawi sendiri pada awalnya hanyalah berupa sebutan tidak resmi dari orang luar saja. Bukan dan belum menjadi pengakuan secara formal dari pemerintah saat itu. Bahkan orang-orang batawi pun saat itu belum menyebut dirinya betawi. Mereka masih menyebut dirinya berdasarkan tempat tinggalnya. Misalnya orang mester (Jatinegara), orang Senayan, orang Marunda dll.

Pengakuan orang Betawi sendiri akan keberadaan mereka sebagai sebuah kelompok etnis baru muncul pada tahun 1923. Saat itu didirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi yang dipimpin oleh Mohammad Husni Thamrin. Sebagai upaya untuk menyatukan masyarakat pribumi di Batavia. Saat itu penduduk pribumi di batavia dirasa masih belum ada yang memperjuangkan nasibnya.

Selanjutnya dalam tahun 1930, etnis Betawi secara formal diakui sebagai suatu kelompok etnis resmi oleh pemerintah (Belanda). Betawi muncul sebagai kategori suku bangsa dalam data sensus kependudukan yang dilakukan oleh orang Belanda (Hindia Belanda). Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu. Sedangkan dalam sensus sebelumnya (1893) Betawi belum ada sebagai katagori suku bangsa. Orang-orang yang saat itu dinamakan suku betawi, sebelumnya dikategorikan sebagai suku bangsa asal mereka. Sejak saat itu, masyarakat pribumi yang lahir di batavia terutama hasil dari percampuran suku, dinyatakan sebagai orang betawi.

Bahasa Betawi

Secara bahasa, bahasa betawi masih terlihat berakar dari bahasa sunda. Penggunaan kata-kata tempat, dialek serta gaya bahaya masih banyak terlihat mirip dengan bahasa sunda. Penggunaan kata tempat / lokasi sampai kini masih belum banyak berubah. Namun dalam hal dialek dan bahasa percakapan, meskipun mulai kurang terlihat, masih ada beberapa yang menunjukkan berasal dari bahasa sunda. Misalnya penggunaan kata ”mah” dalam ”Gua mah ...”, atau ”kita mah ......”.

Tingginya tingkat asimilasi yang terjadi di komunitas pribumi batavia, menyebabkan semakin jauhnya perbedaan dialek antara orang-orang Batavia dengan orang-orang disekitarnya. Selain itu banyaknya bahasa lain dalam proses asimilasi ini juga berpengaruh banyak dalam perkembangan bahasa. Adapun bahasa lain yang juga dominan mempengaruhi dialek Betawi pada waktu itu adalah Melayu, Jawa, Arab dan Cina. Selain itu tercatat pula bahwa di batavia banyak suku lain seperti Bali, Banda, Ambon dan Bugis yang sedikit banyak memberikan konribusi pada tingkat asimilasi yang terjadi.

Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi juga sangat mempengaruhi perkembangan bahasa betawi. Sebagai penduduk ibukota, masyarakat betawi semakin terdorong untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan semakin intens. Mengingat akar bahasa Indonesia yang lebih kuat dari bahasa Melayu, sehingga bahasa betawi semakin lama semakin jauh dari akar bahasanya yaitu Sunda.

Namun sejalan dengan perkembangan waktu serta didorong dengan penetapan Jakarta sebagai ibukota negara. Proses urbanisasi dan modernisasi ibukota telah sedikit banyak mendesak etnis betawi ”asli”. Pembangunan kota yang berimplikasi penggusuran menyebabkan masyarakat betawi untuk bergerak semakin ke pinggir. Sehingga menyebabkan munculnya komunitas komunitas betawi baru di pinggiran ibukota. Bahkan saat ini banyak daerah-daerah yang sebenarnya secara historis bukan merupakan wilayah betawi tetapi masyarakatnya mengaku sebagai betawi. Misalnya di depok, bekasi, dan tangerang.

Kesimpulan

Secara etnis, betawi merupakan etnis yang baru terbentuk di awal abad 19. Etnis ini muncul dari hasil campuran beberapa etnis pribumi Nusantara yang mendiami wilayah batavia. Perkembangan batavia menjadi Jakarta dan akhirnya menjadi ibukota negara Indonesia, telah sangat mendorong perkembangan budaya betawi. Penggunaan bahasa nasional juga pada akhirnya telah ikut berperan dalam perkembangan bahasa etnis ini, sehingga pada akhirnya bahasa betawi sudah lepas dari akar bahasanya yaitu bahasa Sunda.

Firman Raharja 11112008.

Rujukan :

·         Wikipedia Indonesia : Batavia, Betawi, Sunda Kalapa, Jakarta

·         Www.Jakarta.go.id : My Jakarta, Sejarah Pemerintahan

No comments:

Post a Comment